Deskripsi: Aspek Persamaan dalam Kesusasteraan Inggris, Amerika dan Australia ditinjau dari Timelines Peristiwa.
Sejarah sastra
mungkin adalah kata yang paling cocok
untuk menelusuri letak persamaan
kesusateraan Inggris, Amerika dan Australia. Sebab, seperti yang kita ketahui
bahwa Sejarah sastra itu sendiri merupakan bagian
dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu,
periode ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa. Perkembangan
sejarah sastra suatu bangsa, suatu daerah, suatu kebudayaan, diperoleh dari
penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra yang menunjukkan
terjadinya perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan karya sastra pada
periode-periode tertentu.
Di mulai dari periode
awal kesusasteraan Inggris kuno lewat keberadaan suku bangsa Kelt sebagai penduduk
yang pertama mendiami kepulaun Inggris. Mereka masih tergolong primitif, dan
bahasa yang mereka gunakan ialah bahasa kelt yang lain dari pada bahasa
Inggris. Pada tahun 50 sesudah Masehi
tentara Romawi menduduki Inggris secara permanen, dan menjadikan Inggris
provinsi kaisaran Romawi, penduduk pribumi memperoleh peradaban. Tetapi pada
tahun 410 tentara Romawi ditarik mundur
dari Inggris untuk selama-lamanya. Orang-orang
Kelt yang sudah biasa mendapatkan perlindungan dari tentara Romawi, sekarang
tidak mampu untuk mempertahankan diri terhadap suku bangsa Germanik yang mulai
menyerbu ke kepulauan Inggris. Suku suku bangsa ini ialah Jutes, Angles dan
Saxons, yang berasal dari daerah Jerman utara. Mereka inilah nenek moyang sebagian besar orang Inggris
sekarang. Bahasa mereka adalah bahasa Inggris kuno yang disebut bahasa
Anglo-Saxon. Bahasa ini kemudian tumbuh menjadi bahasa Inggris pertengahan
(1100-1500) dan akhirnya bahasa Inggris modern (1500-sekarang.)
Salah satu kejadian penting sesudah menetapnya
suku Germanik di Inggris ialah masuknya dan tersebarnya agama Kristen di antara
mereka pada akhir abad ke-6. Biara-biara didirikan dan menjadi pusat pusat ilmu pengetahuan.
pada zaman ini pula Inggris mulai mengenal puisi atau sastra-sastra meskipun
sebelumnya orang Inggris juga mempunyai karya-karya sastra. Jadi ada 2 karya sastra yang lahir pada zaman ini
yang kesemuanya itu adalah campuran dari kedua suku itu: Karya sastra yang dibawa oleh orang germanik
dan Karya sastra milik orang Inggris
asli semisal “Beowulf”
Sebetulnya pada zaman inilah Anglo Saxon juga
memberikan pengaruh, dimana sajak-sajak Anglo Saxon yang berbau religi, sebut
saja cadmon, mulai dikenalkan kepada orang
Inggris. Namun, pada waktu itu karya-karya mereka banyak dihancurkan akibat dari serangan-serangan yang dilakukan oleh skandinavia. Dari sanalah Inggris menyadari bahwa inilah saatnya untuk mengembalikan kembali sastra Inggris, dan tokoh waktu itu ialah Raja Alfred, menyuruh para rokhaniawan untuk mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan termasuk sastra yang berlanjut pada dua abad kemudian. Karya satranya antara lain: Anglo saxon chronicle dan Ecclesiactical history of the English people. Pada zaman itulah kesusateraan Inggris, yang sebelumnya hanya merupakan kesusasteraan lisan (oral) sudah mulai dituliskan.
Inggris. Namun, pada waktu itu karya-karya mereka banyak dihancurkan akibat dari serangan-serangan yang dilakukan oleh skandinavia. Dari sanalah Inggris menyadari bahwa inilah saatnya untuk mengembalikan kembali sastra Inggris, dan tokoh waktu itu ialah Raja Alfred, menyuruh para rokhaniawan untuk mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan termasuk sastra yang berlanjut pada dua abad kemudian. Karya satranya antara lain: Anglo saxon chronicle dan Ecclesiactical history of the English people. Pada zaman itulah kesusateraan Inggris, yang sebelumnya hanya merupakan kesusasteraan lisan (oral) sudah mulai dituliskan.
Menelusuri beberapa periode Inggris ke depan
yaitu pada periode Victorian ( ±1850- ±1900). Yang paling banyak
dibicarakan pada kesusateraan periode ini adalah perbedaan yang semakin
nenyolok antara yang kaya dengan yang miskin.
Antara majikan dan buruh, pertententangan antara agama dengan ilmu,
keyakinan dengan keraguan.Ciri penting lainya ialah bahwa kesusastreaan baik
prosa maupun puisi, diabadikan pada satu tujuan yakni untuk meningkatkan
moral masyarakat. Jadi tidak saja menggambarkan hidup apa adanya tetapi
mengetangahkan bagaimana hidup seharusnya. Masalah sosial, ilmiah, keagamaan,
emansipasi wanita, soal-saoal materialism juga disinggung pada periode ini.
Pengarang yang muncul Lord Tennyson , Robert Browning and Charles Dickens.
Hal serupa juga di alami oleh Suku Indian
yang merupakan suku asli Amerika. Pada periode Kolonial hingga
tahun 1776, orang-orang Eropa
mempekerjakan orang Indian pribumi Amerika dan para budak kulit
hitam di perkebunan luas dan di
daerah pertambangan di koloni-koloni di Amerika. Undang-undang yang disyahkan
di koloni-koloni Amerika sebelah selatan menyatakan ilegal bagi budak untuk
menikah, memiliki harta-kekayaan, atau memperoleh kebebasan. Paraturan itu juga
tidak mengizinkan budak memperoleh pendidikan, bahkan untuk belajar membaca. Kondisi ini menyebabkan munculnya kecaman antara para sastrawan
Amerika untuk melawan ketidak adilan tersebut dua diantaranya yaitu Ralph
Ellison dengan karyanya Invisible man
dan Richard Wright dengan karyanya yang berjudul Native Son.
Lewat karyanya, kedua penulis ini
mengungkap secara telanjang borok-borok dalam masyarakat pada waktu
itu : perselingkuhan, kemunafikan para pemuka agama, penegakan hukum yang
diskriminatif, rasialisme, dan pertentangan kelas.
Kesusasteraan Inggris dan Amerika juga mempunyai persamaan juga dalam
aliran sastra yaitu yang berkaitan dengan aliran Romantism. Periode Romantism
di Inggris terjadi sekitar (±1800-
±1850), para sastrawan yang muncul pada periode ini adalah Wordsworth dengan
karyanya The Rainbow dan
Anne Radcliffe lewat karyanya yang berjudul The Mysteries of Udolpho.
Periode ini bercirikan kebebasan, persamaan, dan kesaudaraan. Kesusasteraan
pada periode ini mencerminkan apa yang spontan dan tidak dibuat-buat baik dalam
alam maupun manusia. Rasa keyakinan yang
berkaitan dengan alam bukan saja sekedar sesuatu yang penuh keindahan melainkan juga pengasuh penuntut hati nurani- serta
sumber moralitas. Disamping itu, unsur mistik yang percaya bahwa setipa
benda dan makhluk alam ini diliputi roh yang sama. Sedangkan di
Amerika periode Rimantism muncul sekitar Periode Romantis, (1820-1860).
Karya-karyanya berpusat pada seni
sebagai inspirasi, dimensi alam yan spiritual, dan estetis, dan metafora
pertumbuhan organik. Seni, bukanya sains, menekankan individualiasme,
menegaskan harga diri orang biasa, dan memandang imajinasi yang inspiratif
untuk nilai-nilai estetis dan etis. Penulis masa ini menggaris bawahi
pentingnya seni ekspresi bagi perorangan atau pun masyarakat. Disamping itu,
banyak karya yang mencangkup kemandirian
diri dan individualisme berkembang atas dasar identifikasi jiwa individual
dengan Tuhan lewat alam . Henry Daivid Thoreau lewat karyanya Walden ,or
Life in the Woods dan Emily Dickinson berjudul Woman in the
Nineteenth Century adalah dua dari beberapa sastrawan yang muncul pada
periode ini.
Di sisi lain hampir sama kondisi yang di
alami suku Kelt di Inggris dan suku Indian di Amerika, Aborigin sebagai suku
asli Australia pun tidak kalah menderitanya. Etnik Aborigin yang hidup di
Australia awalnya hidup sejahtera ini mengembangkan kebudayaan sendiri
berdasarkan kondisi lingkungan alam di mana mereka hidup. Mereka hidup dengan
cara berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering) dan ini sudah
dipertahankan semenjak beribu-ribu tahun sebelum kedatangan bangsa kulit putih
sekitar abad ke 18. Kesusasteraan Australia mulai muncul dengan adanya tradisi
orang-orang Aborigin yang menganggap bahwa tanah adalah bahagian yang sangat penting dalam kehidupan
mereka. Tanah adalah suatu yang bersifat sakral, pemilikan atas tanah adalah
mutlak untuk menjaga keharmonisan jagad raya. Sebelum kedatangan orang Eropa,
hampir semua daratan Australia telah dipatok menjadi wilayah-wilayah suci
setiap suku Aborigin. Wilayah dan batas-batasnya (border) mereka ingat dengan
baik melalui balada-balada, karena mereka memang tidak melakukan
pencatatan tertulis untuk itu. Setiap border biasanya didiami oleh satu suku
Aborigin yang masing masing memiliki spesifikasi budaya dan bahasa yang
berbeda-beda. Kemunculan balada-balada tersebut terdapat juga pada
kesusasteraan Amerika sekitar tahun 1776 dan pada Inggris pada abad pertengahan
(± 1150- ± 1400) . Robin Hood adalah balada Inggris yang sangan
terpopuler pada periode ini.
Kesamaan Keusasteraan Suku Indian dan Aborigin
dapat terlihat dalam menghormati nuansa sakral. Hal ini dibuktikan dengan ragam
kesenian visual yang dihasilkan seperti lukisan, cukilan, goresan dan kerajinan
menjalin serat (Kitley, 1994;391). Kebanyakan ekspressi kesenian itu
dihubungkan dengan arwah para leluhur mereka. Cukilan pada batu dan kayu
merupakan peninggalan kesenian dekoratif tertua. Salah satu contoh yang
terdapat di kepulauan Melville dan Bathrust, Australia yang digunakan untuk
dekorasi-dekorasi makam. Orang-orang Aborigin dan Amerika juga sangat dikenal
dengan lukisan mereka. Yang paling spesifik dari lukisan itu adalah media lukis
yang digunakan yaitu zat pewarna yang alamiah. Pewarna ini mereka olah sendiri
dengan menggunakan bahan-bahan murni dari alam (terutama tumbuh-tumbuhan).
Keadaan suku
Aborigin ini mulai terusik Pada saat Inggris mulai menjadikan Australia sebagai
wilayah pembuangan para tahanan mereka, maka dibukalah daerah-daerah koloni
baru di benua ini. Yang pertama dijadikan sebagai koloni tahanan (penal colony)
adalah New South Wales. Di daerah ini dibentuk masyarakat baru yang terdiri
dari mayoritas para tahanan dan bekas tahanan di bawah pimpinan seorang
gubernur Inggris pertama di sini yaitu Arthur Philip. Ia menggerakkan
pembangunan koloni baru itu dan dengan memakai tenaga kerja para tahanan,
dibukalah pemukiman-pemukiman baru, jalan-jalan, lahan-lahan pertanian serta
fasilitas-fasilitas umum lainnya.
Itulah yang
membuat konteks dari kesusasteraan Australia juga tidak terlepas dari kondisi
sosial negara tersebut sehingga mampu menggerakan para sastrawan Australia sebut
saja David Unaipon (Penulis asli
Aborigin: 1872–1967) lewat karyanya: Legendary Tales of the Aborigines yang bertujuan supaya generasi
maupun orang yang membaca karya tersebut
paling tidak akan mengingat seperti inilah kondisi yang di alami oleh
kaum Aborigin pada masa itu.
Sources:
Samekto. 1976. Sejarah Kesusateraan Inggris.
Jakarta: PT. Gramedia
Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan.
Jakarta: Pusat
Bahasa
American Ways: An Introduction to American Culture
(third edition). 2005. Peterson Education, 10 Bank Street. White Plains, NY
10606. Page 1-11
Comments
Post a Comment