Peta Kapanca
(Peta Kapanca Adinda Farah, 15 Agustus 2018)
Foto: Doc.pribadi
Prosesi Peta kapanca atau dalam bahasa Indonesia artinya menempelkan daun pacar, telah dilakukann sejak zaman kesultanan Bima- NTB sampai sekarang. Biasanya tradisi ini dilakukan pada malam hari sebelum calon mempelai wanita melaksanakan akad nikah dan resepsi pernikahan keesokan harinya.
Tradisi perkawinan pada masyarakat suku Bima ini memang tidak jauh berbeda dengan perkawinan pada umumnya di daerah-daerah lain seperti Mappacci yang biasa dikenal dengan malam pacar pada tradisi suku Bugis-Makassar.
Prosesi ini diawali dengan memakaikan calon pengantin wanita dengan pakaian adat Bima. Kemudian, secara beramai-ramai calon pengantin akan dibawa menggunakan tandu ke tempat berlangsungnya acara. Selama perjalanan, calon pengantin akan dilantunkan zikir hadara dengan diiringi rebana. Biasanya zikir ini akan didendangkan oleh lebe (ketua adat) dan beberapa pemangku adat lainnya sambil menari, melambaikan sapu tangan kuning.
Para pengantar baik anak-anak, dewasa maupun para orang tua secara serentak melantunkan zikir tersebut secara bersamaan sebagai ungkapan do’a agar Allah meridhai rumah tangga yang dirajut mempelai wanita nantinya.
Setelah tiba di tempat acara. Nantinya beberapa perwakilan keluarga dan tamu undangan wanita yang berjumlah tujuh orang, akan secara bergantian meletakkan daun pacar pada telapak tangan calon pengantin wanita, yang sebelumnya diawali dengan menaburi bongi monca (beras kuning) di hadapan calon pengantin wanita yang tengah duduk di sekitar tujuh lilin yang menyala.
Pihak keluarga tengah meletakkan daun pacar di tangan calon mempelai wanita
Pertanyaanya kenapa harus tujuh orang wanita dan tujuh lilin? karena pernikahan itu harus diterangi dengan cahaya yang bisa memerangi gelapnya kehidupan ini. Jumlahnya tujuh bermakna bahwa semua yang diciptakan oleh Tuhan itu identik dengan tujuh seperti tujuh lapis langit dan bumi.
Makna menempelkan pacar pada telapak tangan diharapakan agar calon mempelai wanita dapat menerima calon mempelai pria apa adanya dan harus bersyukur dengan jodoh yang telah diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.
Sedangkan beras yang diberi pewarna kuning sebagai simbol kesejahteraan dan kebahagiaan serta dipercaya dapat mengusir mara bahaya dan pengganggu di rumah tangganya nanti. Dan untuk pemakaian daun pacar itu sendiri selain alasan baik untuk kesehatan, juga disunahkan dalam Islam karena tidak membatalkan wudhu.
Dan yang paling menarik dari prosesi akhir Peta Kapanca ini adalah para undangan akan berbondong-bondong memperebutkan telur yang telah ditancapkan pada pohon pisang.
Ibu-ibu nampak berbahagia memperebutkan telur di akhir acara
Telur-telur yang berhasil direbutkan tidak boleh dimakan oleh wanita yang sudah berkeluarga, akan tetapi nantinya akan diberikan kepada anak perempuan mereka yang masih gadis. Dengan harapan agar anak gadisnya yang memakan telur tersebut, akan secepatnya menyusul calon pengantin wanita dalam urusan jodoh.
Sumber:
Comments
Post a Comment