Benhur yang Tak Beratap

Tiada masa paling indah, masa-masa di sekolah
Tiada kasih paling indah, kisah kasih di sekolah

Penggalan lirik lagu yang dipopulerkan oleh penyayi legendaris Indonesia Chrismansyah Rahardi atau yang lebih dikenal dengan panggilan Crissye di atas, cukup mengingatkan saya kembali pada masa-masa indah saat SMA. Tapi yang dimaksud bukan indahnya romansa dua pasang sejoli yang tengah dimabuk asmara, cinta monyet, first love atau jenis kisah kasih romatis lainya lho, melainkan kejadian lucu dan konyol menghiasi warna-warni perjalanan kisah putih abu-abu di masa itu.

Mulai dari guru bimbingan konseling yang galak, pasif dalam pelajaran matematika, kejedot tiang basket, surat kaleng, bahkan kejadian memalukan saat upacara bendera adalah sebagian kecil dari deretan pengalaman lucu yang setiap kali mengingatnya akan selalu membuat saya tersenyum.  Nah, kali ini saya memilih menceritakan pengalaman kocak saya dengan  benhur.


Hmm saya yakin, pasti di antara kalian penasaran apa sih benhur itu? Sejenis hewan, makanan ringan, nama seseorang, rumah tradisional atau merek kendaraan bermotor? Kalau begitu saya coba sedikit kasih gambaran saja bahwa bagi masyarakat Bima, Nusa Tenggara Barat, benhur adalah kata yang tidak asing lagi untuk didengar bahkan tidak bisa terlepas dari kehidupan dan aktivitas mereka sehari-hari. Maka akan mudah bagi kita mendegar kata tersebut di jalan raya, pasar, terminal, sekolah, kantor, rumah sakit dan pusat keramaian lainnya.

Jadi sudah bisa tertebak benhur itu apa?

Baiklah, langsung kepenjelasan sejarahnya saja ya! Nama benhur itu sendiri diambil dari nama pemeran utama Judas Ben-Hur dari film kolosal Hollywood garapan sutradara William Wyler yang diproduksi pada tahun 1959. Film ini di angkat dari sebuah novel  bejudul “Benhur; A Tale of Christ” karangan Lewis Wallace pada tahun 1880. Kehebohan aksi Judas Ben-Hur dan kereta kudanya  dalam sebuah turnamen gladiator, membuat film tersebut sangat terkenal dan diputar berulang kali di layar tancap Bima. Pada akhirnya, nama tesebut sangat melekat pada ingatan masyarakat Bima dan resmi dipakai untuk menggantikan nama dokar alat tansportasi kuda yang awalnya dipakai sebelum film tersebut masuk di daerah Bima pada tahun 1969.


(sumber; http://jurnalbima.blogspot.co.id/2013/11/tokoh-sejarah-lama-yang-namanya-patut.html)

Nah, jadi sudah jelas kan kalau benhur itu adalah nama sebuah kereta kuda sejenis  cidomo, bendi, delman, andong atau semacamnya. Jadi, bisa kebayang nggak, segitu terpopulernya aksi Judas Ben-Hur di film tersebut sehingga  dia menjadi  super hero di hati masyarakat Bima sampai sekarang ini.

Kembali ke cerita. Kenapa benhur menjadi kendaraan favorite saya pada masa SMA dulu? Sebab, saya dan ke lima teman saya yang kebetulan sama-sama tinggal satu desa selalu mendapatkan pivate service setiap kali ke sekolah! Kusir pribadi kami akan setia memberikan layanyan antar jemput pagi dan siang hari, bahkan dengan senang hati, kami terkadang di ajak keliling menikmati hamparan hijau khas pedesaaan dengan bayaran yang tetap sama bahkan gratis! Ah, betul-betul kami dimanjakan kala itu.

Namun entah kenapa khusus pada moment ini, ceritanya agak sedikit berbeda. Pak kusir setengah baya yang biasa menjemput kami tidak nampak di halaman luar sekolah.  Hanya terlihat benhur milik Abo (panggilan khusus untuk anak laki-laki di Bima), yang terparkir. Siapa sangka memutuskan untuk naik benhur anak laki-laki yang berumur sekitar dua belas tahun itu, mengisahkan cerita konyol yang tidak akan pernah saya dan teman-teman lupakan sampai detik ini. 

Seperti biasa di dalam benhur, kami larut dalam canda tawa sekedar melepas penat seusai belajar. Namun, belum terlalu jauh kuda kami melangkah meninggalkan sekolah, cahaya matahari pelan-pelan menerobos masuk di antara lubang-lubang kecil atap benhur yang terbungkus terpal plastik berwarna biru. Kondisi tersebut cukup mengalihkan perhatian kami waktu itu.

"Tidak ada angin, tidak ada hujan, kok terpalnya bisa bocor?”
“Hmm, begini kak, sebenarnya terpalnya sudah lama tidak diganti”
“Pantesan terpalnya kelihatan rapuh dan sobek seperti ini, besok harus diganti ya! Masa tega membiarkan anak gadis kepanasan! ” Pinta temanku dengan nada sedikit bercanda. 

Tiba-tiba selang beberapa lama setelah percakapan tersebut,  terdengar bunyi;

Kreek!
Kreek!

Suara tersebut rupanya berasal dari sobekan lubang-lubang kecil tadi. Makin lama sobekannya makin lebar dan membesar. Pada akhirnya, mata kami pun hanya bisa melongo melihat lembaran sobekan terpal  tersebut melayang di udara.

Jadilah waktu itu sepanjang jalan kami menjadi pusat perhatian. Anak-anak sekolah yang sempat menyaksikan kejadian tersebut melemparkan senyum mengejek dan tertawa terpingkal-pingkal melihat atap benhur kami separuhnya sudah tidak ada alias kosong! Rasa panas, kesal, tegang, dan malu bercampur menjadi satu. Sepanjang perjalanan kami hanya bisa menutup muka dan menunduk. Ingin rasanya tiba-tiba menghilang saat itu juga!

Untuk menyemangati diri, kami sepakat untuk tetap sabar di tengah  kondisi tersebut “Toh sebentar lagi kami akan sampai rumah” tutur kami. Mendengar hal tersebut, si Abo menyadari akan tanggung jawabnya. Dengan gesit dia langsung menambah kecepatan kudanya, pecutannya semakin menjadi-jadi. Dia bertindak bak pahlawan kesiangan waktu itu. Namun sayangnya, keputusan tersebut malah berakibat fatal. Kuda yang berlaju kencang justru membuat angin semakin keras menghempas benhur kami.

Kalian tahu apa yang terjadi setelahnya?

Separuh lapisan terpal yang tersisa, kembali melayang bebas di udara. Di tengah terik matahari kala itu,  benhur yang kami tumpangi tersebut sudah tidak mempunyai atap sama sekali! Kami berasa seperti ikan kering yang tertata rapi di atas gerobak sayur. Kesabaran kami pun sirna saat itu juga.

“Stop, stop
“berhenti di sini saja!”

Akhirnya, sebelum beranjak pergi meninggalkan benhur, satu per satu kami memberikan uang sebagai  bayaran. Awalnya Abo sempat menolak, namun atas paksaan dari kami, akhirnya dia pun menerimanya dengan raut muka yang penuh rasa bersalah.

Kami pun, memutuskan berjalan kaki menuju desa tempat kami tinggal yang berada kira-kira 300 meter jauhnya. Ingin rasanya marah namun kepanikan, kepanasan, dan rasa malu yang saya dan teman-teman alami tadi menyadarkan kami bahwa, baik dalam keadaan susah dan senang kami akan selalu bersama. itulah gunanya sahabat. 

Kemudian sambil menyusuri jalan setapak, kami tidak henti-hentinya tertawa atas kejadian konyol siang itu.

“Ups, siap-siap menggelar konfrensi pers di  sekolah  besok!” Celutukku dalam hati.
……………

Comments

  1. Selalu suka tulisannya Kak Fitri, selalu ada hal baru yang saya dapat :)

    ReplyDelete
  2. Pada hari minggu kuturut ayah ke kota... naik benhur istimewa kududuk di muka.... heheheh, tulisannya menarik,kak. Jadi dapat pengetahuan baru 😍

    ReplyDelete
  3. Kesannya jadi bikin penasaran mau terus baca hingga akhir dan sukses bikin saya ketawa.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah turut bangga punya teman seperti fitri.. Smoga makin sukses dgn polesan2 tangannya ya fit.. Good luck

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts