Cara Memulai dan Merancang Mimpi_IOMW Makassar 2017

 Apa tujuan hidupmu?

Cukup lama aku terpaku memandang pertanyaan yang terpampang jelas di screen proyektor di hadapanku. Sederet kata yang sukses memberiku jeda untuk menarik nafas sejenak. Waktu sepuluh menit tidak mampu mendesakku untuk menjawab pertanyaan sesederhana ini. Secarik kertas yang aku pegang masih saja terlihat kosong.

Ketika aku sempatkan memperhatikan peserta yang hadir di sekelilingku, spontan aku melemparkan senyum menggelitik menyadari bahwa raut wajah mereka cukup mendeskripsikan keadaan yang hampir sama dengan yang aku alami  saat itu. Ya, kami sama-sama berada dalam kondisi “bingung” waktu itu .

Apa yang tengah terjadi adalah bukti bahwa sebagian besar peserta yang hadir termasuk saya masih tidak tahu apa sebenarnya tujuan hidup  masing-masing. Bersyukur, berkat penjelasan dari bapak Edwin Djakaria, selaku Chief of Talent and Passion of Insight Out mampu memberikan arahan dan membuka cakrawala berfikir saya untuk lebih mengenal potensi yang ada pada diri saya sejauh ini.


Sumber foto: Instagram @aiesecunhas 

Bapak Edwin mengatakan bahwa hal itu tidak sepenuhnya salah. Wajar dalam usia-usia remaja, kita semua dihadapkan pada fase hidup yang tekesan galau karena tujuan hidup yang masih belum jelas, baik itu berkaitan dengan memilih jurusan apa cocok diambil setelah lulus SMA,  pekerjaan apa yang bagus setelah lulus kuliah, mau bekerja di kantor atau membuka usaha sendiri, ataupun punya banyak keinginan namun masih bingung bagaimana mewujudkannya. Oleh karena itu, menurut beliau langkah awal yang perlu kita lakukan untuk mengatasi kegalaun tersebut adalah;

Temukan  passion yang ada pada diri kita” 

Nah, passion ini erat kaitannya dengan bakat, passion akan muncul dengan sendirinya jika kita mengetahui apa sebenarnya yang menjadi bakat atau kelebihan kita. Dengan mulai  bertanya pada diri kita sendiri apa yang menjadi kesukaan kita? Yaitu sesuatu yang bisa kita lewatkan bejam-jam tanpa terbesitpun mengeluh capek dan bosan, sesuatu yang kita kerjakan dengan perasaan ikhlas, bahagia, dan tanpa beban. Seolah-olah yang kita sukai itu menjadi sebuah hobby yang lambat laun hobby tersebut menjadi sebuah pekerjaan yang nantinya akan menghasilkan sebuah karya yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Jujur, penjelasan di atas membuatku seketika menyadari bahwa sudah telalu lama aku tetidur dengan impian yang menari-nari hanya dalam ruang mimpi. Impian yang sebernanya tidak pernah aku sapa pada saat membuka mata. Maka, dengan penuh percaya diri aku menggerakan tanganku untuk menulis;

“Aku ingin menjadi penulis buku bilingual ber-genre anak-anak”

Kecintaanku terhadap dunia pendidikan, literature dan anak-anak akan mampu menuntunku untuk menjadi seorang pendidik dengan tekad mewariskan pelajaran moral dan kosa-kata bahasa Inggris yang mudah dimengerti oleh anak-anak melalui buku-buku yang saya tulis nantinya. Namun, Kenapa saya lebih spesifik memilih bilingual? Karena di Indonesia, sangat susah sekali mendapatkan buku-buku bilingual (Inggris-Indonesia) apalagi yang bekaitan cerita rakyat  dan kepahlawanan, kalaupun ada jumlahnya tidak banyak dan harganya pun lumayan mahal. Karena itu, kenapa saya tidak mengambil kesempatan ini dan mulai  mencoba mengasah bakat menulis saja. Akan tetapi, pertanyaan selanjutnya  muncul;

“Bagaimana cara agar impian saya tersebut bisa terwujud?”

Bapak Edwin Djakaria kembali menambahkan bahwa, kita sebaiknya mengasah bakat yang sudah kita miliki dengan melakukan tiga hal;

1.     Mastery Learning
Mastery learning (belajar tuntas) adalah pendekatan pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas (mastery)  seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu (Kunandar, 2007: 327). Pembelajaran individual (individualized instruction) merupakan ciri khas dari mastery learning ini.

Tekhusus saya pibadi, mastery learning lebih kepada bagaimana cara saya mengolah waktu semaksimal mungkin untuk menguasai materi atau ilmu seputar kepenulisan, editing. dsb. Pastinya dalam poin ini perlu ada komitmen dalam diri untuk mengisihkan waktu minimal dua jam  dalam  seminggu  untuk belajar atau mengikuti kelas/ seminar pelatihan Kepenulisan  ditengah kesibukan yang ada untuk lebih mengasah kemampuan menulis.

2.   Self Determination
Self-determination (deteminasi diri) didefinisikan sebagai pengalaman yang berhubungan dengan perilaku otonom yang sepenuhnya didukung oleh diri sendiri, sebagai lawan dalam alasan rasa tertekan atau terpaksa. Self-determination sudah melekat dalam kegiatan yang secara motivasi intrinsik dilakukan untuk kepentingan sendiri (Deci & Ryan, 1985 dalam jurnal Avi Assor, Guy Roth dan Edward L. Deci 2004).

Intinya pada poin, tidak ada kata menyerah (never give up) bagi seorang determinator. Begitupun bagi saya, dikarenakan niat awal ingin menjadi penulis buku bilingual ber-genre anak-anak maka berbagai cara akan dilakukan guna impian itu bisa tecapai salah satunya yaitu dengan tetap konsisten dalam Mastery learning tadi.

3.   Networking
Ada istilah yang mengatakan bahwa No Networking = Not Working Artinya tanpa jaringan hubungan kamu akan sulit meraih keberhasilan. Hal ini disebabkan beberapa orang yang ada di dalam jaringan kita selalu berpotensi mendatangkan benefit bagi kamu.

Nah, untuk mencapai impian tersebut bersyukur, Tuhan mempertemukan saya dengan komunitas Sobat LemINA (Lembaga Mitra Ibu dan Anak). Di komunitas tersebut saya bertemu dan berkenalan dengan para penulis, psikologis, jurnalis, dsb. Dari proses silatuahim dengan orang-orang yang mempunyai visi dan misi yang sama, saya optimis bahwa peluang untuk menggapai impian tesebut akan terbuka lebar.

Oh ya! Terpilihnya saya pun menjadi peserta pada kegiatan “I m On My Way (IOMW)” di Auditorium Prof. Amiruddin Fakultas Kedokteran pada Minggu pagi, (5/02) adalah buah hasil Networking antara Sobat LemINA- AIESEC UNHAS- Insight Out , di mana kegiatan ini bertujuan untuk memotivasi para pemuda dalam menentukan passion hidup mereka yang nantinya memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.

Dari kegiatan ini, saya bisa mendengarkan secara langsung kisah inspiatif para pathmakers (orang-orang yang sudah menemukan dan sukses menjalankan tujuan hidup mereka) seperti Harianto Albar, General President of HIPMI PT South Sulawesi, Andy Hilmi, Founder of Garuda energy Nusantara, dan Ali Zaenal Abidin, chief of Organizational Happiness of Insight Out yang mampu mendorong saya menemukan passion dan mengajakarkan bagaimana cara merancang dan memulai proses mencapai mimpi tersebut.

Sekarang saya siap menjadi  the next dream catchers.

“Membuat perubahan hidup yang besar itu adalah sesuatu yang cukup menakutkan. Tapi, tahukah kamu apa yang lebih menakutkan?
Penyesalan
_Anonym_

Sumber;
Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 327.
Avi Assor, Guy Roth dan Edward L. Deci. 2004. The Emotional cost of Parents’ Conditional Regard: A  Self-determination Theory analysis. Journal of Personality . hml 55.




Comments

Popular Posts