Kebahagiaan dalam Toples Kue
Namanya "Pangaha Rima". Bukan panggilan untuk seorang gadis perempuan atau pun bocah laki-laki. Bukan pula panggilan untuk kucing peliharaan apalagi nama jalan tempat kutinggal.
Tapi nama ini selalu disebut di setiap sudut rumahku. Di ruang keluarga, tempat tidur, teras, bahkan ibu-ibu penjual sayur keliling pun sering menanyakan kabarnya ketika mampir menjajakan jualan mereka di halaman belakang dapur.
Aku pun demikian, tidak tahan berlama-lama jauh darinya. Ketika terik matahari mulai meninggi dan sepatu sekolah belum sempat kulepas dengan sempurna, segera aku bertanya kepada Ibu prihal keberadaannya. Bahkan dia adalah alasanku bangun di pagi hari.
Begitu istimewah kah dia?
Jelas. Tidak perlu aku ceritakan betapa girangnya ekspresiku kala bertemu dengannya! Sebab, kedekatanku dengannya mulai terjalin bahkan sebelum gigi susuku tumbuh.
Tidak mengherankan malah, sambil menutup mata pun aroma kehadirannya langsung bisa kutebak dan pastinya dengan senang hati ibu akan mengabarkan bahwa dia selalu siap bertemu denganku setiap pukul 16.00 sore.
Baiklah, aku panggil saja dia dengan sebutan kue kering!
Ya, dia hanya berasal dari campuran beberapa gelas tepung, gula, telur, mentega, air dan sedikit baking soda.
Setelah diuleni hingga kalis, Ibu akan memipihnya ke dalam cetakan papan kayu yang hampir mirip dengan gilesan baju berukuran kecil dengan jumlah gerigi dibatasi sampai lima saja.
Kenapa hanya lima? Karena disesuaikan dengan nama "rima" yang dalam bahasa Bima artinya "tangan" dan "pangaha" artinya kue. Jadi "pangaha rima" artinya "kue tangan".
Kalian mungkin akan melempar senyum sembari berkata,
"Oalah, hanya kue ternyata... "
Tunggu! Bagiku kue ini bukan sembarang cemilan yang langsung habis setelah digigit masuk ke dalam mulut yah. Melainkan ada sensasi rasa bernama "kebahagiaan" yang dia tawarkan sampai ke dasar hati.
Ya, kue dengan rasa bahagia!
Bahagia karena kue ini mampu membuat aku dan adikku tumbuh menjadi ahli pastry di usia cilik,
Bahagia karena kue ini melatih aku dan adikku bangun lebih awal demi menitipnya ke warung-warung sekolah setiap pagi,
Bahagia karena kue ini turut menyumbangkan recehan rupiah agar dapur kami tetap mengepul,
Bahagia karena kue ini tiba-tiba mengajariku arti rindu akan indahnya kebersamaan bersama keluarga di kala jauh,
Dan yang terpenting adalah?
Bahagia, ketika tahu bahwa kue yang selalu diletakkan Ibu dalam deretan toples-toples kaca itu diracik dari perjuangan hidup.
Yang ditaburi empat bumbu rahasia yaitu kreatifitas, kedisiplinan, kesabaran, dan cinta. Pastinya lebih berharga dari taburan bubuk coklat, vanilla, kayu manis, green tea ataupun mocca!
Ah, Ibu ...
Bolehkah aku mencicipi kembali kebahagian itu saat aku pulang?
🍪🍪🍪🍪🍪🍪
Comments
Post a Comment