Warung "Cendana" Workshop Unhas
"Kak ikan bandeng bakarnya saya ambil ya!"
Ia menengok ke luar dari tirai pembatas dapur sambil mengusap-ngusap tanganya pada celemek biru berenda merah miliknya. Nampak, percikan adonan tepung melekat basah pada kerudung wanita muda yang resmi dipersunting lelaki berdarah Ambon pada tahun 2011 yang lalu. Nurmi namanya.
"Sudah pulang kuliah Fit" Tegur Kak Nurmi. Akupun mereposnya dengan hanya mengangguk-anggukan kepala sambil sibuk menuangkan sayur bening dan sambal tomat di atas nasi yang kubawa sendiri dari kos. "Nih rempeyek, ambil memangmi sebelum habis" tuturnya sambil meletakkan gorengan-gorengan yang masih panas tersebut dalam mangkuk kaca berukuran sedang.
Aku melirik jam dinding. Jarum jam sudah menunjukan pukul 12.30 AM. Sebentar lagi para pengujung yang didominasi para mahasiswa dan tukang ojek akan datang ke warung untuk makan siang. Akupun bergegas untuk mengambil posisi duduk yang nyaman untuk makan sedangkan Kak Nurmi kembali ke kosnya untuk keperluan mandi dan sholat. Seperti biasa, aku diamanahkan untuk menjaga warung tersebut selama ia pergi. Maklum waktu itu, warung makan yang ada di workshop Unhas (pusat kuliner makanan seputaran kampus Unhas) itu masih terbilang baru, sehingga mulai dari persiapan membeli bahan makanan, pengolahan lauk pauk sampai untuk penjagaan, Kak Nurmi melakukannya sendiri. Sesekali suaminya akan membantu jika tidak sedang bertugas keluar daerah.
Pertimbangan jam kuliah semester enam yang tidak terlalu padat dan jarak warung yang hanya dua langkah dari tempat kosku membuatku tidak masalah melewatkan waktu berlama-lama di situ. Itupun tidak setiap hari aku stanby di sana hanya bila sempat dan ada waktu luang saja. Tidak ada kata "upah" dalam hal ini. Sebab, aku sendiri yang menawarkan diri untuk membantu. Cukup memberiku tumpangan menonton televisi pada musim badminton championship tiba sudah sangat membuatku senang!
Terkadang, aku menjaga warung tidak sendiri. Teman-teman kos dan sahabat satu jurusan akan datang menghampiri dan menemaniku di situ. Banyak hal yang kami lakukan untuk melewati waktu bersama. Mulai dari ngobrol hal yang tidak penting, menonton televisi bahkan mengerjakan tugas kuliah. Bahkan yang paling membahagiakan yaitu anak-anak kecil yang suka beraktivitas sekitaran warung justru ikut nimbrung untuk bermain, belajar dan makan bersama kami. Sehingga tidak heran, warung Kak Nurmi akan selalu kelihatan ramai.
Nah, ada beberapa alasan mengapa warung ini begitu gemari dan disukai oleh para mahasiswa termasuk aku sendiri. Pertama, keramahan. Sikap bersahabat dan murah senyum yang ditunjukkan Kak Nurmi membuat para pembeli merasa nyaman dan betah untuk makan di situ. Kedua, menu makanan yang disediakan bervariasi setiap hari dan pastinya olahan lauk pauknya bercita rasa ala rumahan. Ikan teri crispy dan bandeng palemara adalah dua Jenis masakan yang selalu aku incar. Entah kenapa perpaduan bumbu dan kuah kuningnya terasa enak dan tidak amis dibandingan ikan-ikan yang pernah kucoba di warung-warung sekitarnya. Ketiga, harganya murah. Dengan hanya Rp. 10.000 saja, kita bisa menikmati paket nasi lengkap dengan ayam goreng, sayur, bahkan tambahan lauk lainnya, itupun kita masih bisa menambah porsi nasi sesuai keinginan kita. Terakhir, alasan yang menjadi nilai plus warung ini diserbu pembeli yaitu diperbolehkannya meng-utang khusus untuk para mahasiswa (pelanggan) yang rata-rata anak kos-kosan.
Bagi saya dan anak-anak kosan lainnya yang khusus tinggal di pondok "Armita 2", Kak Nurmi sudah seperti keluarga sendiri. Ia tidak segan-segan mengetuk kamar kos kami untuk sekedar menyapa, mengantarkan makanan, bahkan kadang-kadang ikut sholat berjemaah bersama ketika bulan Ramadhan tiba. Sehingga tidak mengherankan, sekembalinya kami ke Makassar usai liburan semester, terkadang ada saja buah tangan dari ibu atau sanak keluarga di kampung yang kami bawa untuknya.
Bagi saya dan anak-anak kosan lainnya yang khusus tinggal di pondok "Armita 2", Kak Nurmi sudah seperti keluarga sendiri. Ia tidak segan-segan mengetuk kamar kos kami untuk sekedar menyapa, mengantarkan makanan, bahkan kadang-kadang ikut sholat berjemaah bersama ketika bulan Ramadhan tiba. Sehingga tidak mengherankan, sekembalinya kami ke Makassar usai liburan semester, terkadang ada saja buah tangan dari ibu atau sanak keluarga di kampung yang kami bawa untuknya.
Sekarang sudah terhitung lebih kurang lima tahun semenjak memutuskan pindah kos, aku tidak pernah lagi bertemu dan mencicipi masakan Kak Nurmi. Ah warung "Cendana" membayanginya saja membuatku rindu!
Comments
Post a Comment