11 Januari 2013 🍁


Ketika sedang asyik menggambil foto kumpulan Jerapah di  běi jīng dòng wù yuán (kebun binatang Beijing) 

Seorang laki-laki dewasa bermata sipit datang menghampiri. 

"Nǐ shì mùsīlín ma?"

(Anda seorang muslim?)  

"Wǒ shì"

(Benar) jawabku dengan perasaan was-was.


Laki-laki umur sekitar 40 an itu pun memperkenalkan diri. Tak lupa ia juga memperkenalkan anggota keluarganya yang  ia bawa bersama.

Terdiri dari seorang bocah laki-laki  dan seorang perempuan  (istrinya) yang tengah menggedong balita, berdiri tepat berada 6 meter di depanku.

"Wǒ kěyǐ qǐng nǐ qídǎo ma?"

(Bolehkah saya meminta do'a anda?)

Awalnya saya bingung dengan apa yang sedang ia katakan,

Orang asing?

Meminta do'a?

Untuk apa?

Atau mungkin saya yang salah dengar.


Sampai teman yang sedari tadi memperhatikan percakapan kami ikut menjelaskan bahwa,

"Bocah laki-laki umur 5 tahun ini sedang mengalami sakit yang serius dan akan melakukan pengobatan di rumah sakit Beijing, kemungkinan besar akan dioperasi. Mereka  berasal dari keluarga muslim sama sepertimu"

Belum sempat menjawab. Bocah laki-laki datang menghampiriku.

Semakin dekat semakin kumelihat  wajahnya yang  pucat, lengkap dengan binar mata yang kian meredup.

Saya yakin jika kalian melihatnya, 

tidak perlu diminta pun, naluri kalian langsung akan mendo'akan kesehatan dan keselamatan bocah malang ini.

Saya jauh dari sempurna,

tapi bukankah umat Islam laksana satu tubuh? Jika satu sakit maka yang lain ikut merasakannya. 

Bagi saya pribadi, sudah menjadi kewajiban mendoakan saudara seiman kita yang tengah mengalami musibah kan?

Diterima atau tidak, cepat atau lambat biarlah keputusan terbaik diserahkan kepada Sang Maha Pengasih dan Penyayang. 

Pertemuan singkat itu pun di akhiri dengan foto bersama 

Juga teriring doa tulus mereka untukku agar dijauhkan dari mara bahaya sampai aku kembali ke Indonesia


"Zàijiàn!"

(Sampai jumpa!)

Masing-masing melambaikan tangan sambil melempar senyum perpisahan

Dan..

Kalian tahu apa yang terjadi setelah itu? 

Dengan perasaan kaget, aku melangkahkan kaki ke stasium kereta bawah tanah. 

Pikiran pun masih campur aduk. Sungguh tidak percaya dengan apa yang kualami  

Ya, sekitar 8 jam sejak pertemuan itu. 

Keajaiban pun terjadi!

"Fitri, you are lucky!!"

(Fitri, kamu beruntung!), kata seorang perempuan asal Bolivia yang juga patner jalannku dengan ekspresi shock!

 

Passportku hilang! 


Dan itu tidak kusadari.


Sampai teriakan seorang anak muda dengan tegopoh-gopoh berlari kearahku.


Qǐngwèn, zhè shì nǐ de hùzhào ma?

(Permisi, Ini ini bukan passport anda?) 

Katanya jatuh di sekitar  Bird Nest Stadium.

Hampir setengah jam ia berusaha mencari pemilik passport ini dengan mencocokkan  wajah (identitas yang ada di pasport). Entah kenapa tiba-tiba hatinya digerakkan untuk ke arah stasiun kereta.


Subhanallah!


Tidak bisa  kubayangkan kalau passport itu sampai benar-benar hilang.

Aku mungkin akan tertahan di Beijing dan tidak akan sempat kembali ke kota Xian yang jaraknya lumayan  jauh karena  beda provinsi


Kalau itu terjadi, 

aktivitas di kampus bakal berantakan.


Akan banyak waktu, tenaga  bahkan materi untuk  mengurusnya apalagi oleh orang sepertiku yang terhitung masih baru di kota ini.

Kejadian ini membuatku langsung berterima kasih akan do'a saudara seiman siang itu.

Saya percaya bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini.

Allah ta'alla dan alam semesta akan berkerja sama menjadikan kebetulan tersebut  dalam wujud yang berbeda-beda.

Entah itu datang dalam bentuk  hadiah, hidayah, penyakit, kifarah, karma atau apapun itu.

Yang jelas doa setiap jiwa selalu ingin diberkahi dalam kebaikan.

Bukankah balasan ini adalah bagian dari nikmat Islam?


Comments

Popular Posts